PENELITIAN DI TIMUR INDONESIA, SIAPA TAKUT? // Inriyani Takesan, SKM., MPH - Bergizi_OnlineSharing

Rabu, 30 Agustus 2017

PENELITIAN DI TIMUR INDONESIA, SIAPA TAKUT? // Inriyani Takesan, SKM., MPH



Hal yang paling penting untuk penelitian di mana saja, termasuk di Timur Indonesia adalah kita mampu memotivasi diri sehingga mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan membangun hubungan baik dengan penduduk lokal. Selain itu, sangat penting untuk mengurus perijinan sehingga kita sudah “aman” untuk melakukan penelitian di wilayah tersebut.
Salah satu hal baik yang akan muncul ketika kita melakukan penelitian di tempat baru adalah keluar dari zona nyaman, dimana itu berarti menambah pengalaman dan menjadikan kita lebih kuat. Mungkin saja pekerjaan kita nantinya menuntut kita untuk bertugas di tempat baru, sehingga dengan pengalaman penelitian di tempat yang awalnya asing, kita sudah terbisa untuk berada di tempat yang baru. Selain itu, mungkin saja penelitian yang kita lakukan akan sangat bermanfaat di tempat tersebut.
Ketika belum banyak penelitian yang mengambil latar belakang sebuah tempat baru, maka penelitian tersebut akan menjadi lebih menarik, bukan? Selain itu, peneliti akan mendapat kenalan baru, memperluas networking, dan melihat perspektif berbeda bagaimana orang menhadapi masalah (salah satunya masalah kesehatan), antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tantangan penelitian di daerah baru, terutama Timur Indonesia tentu saja ada, seperti bahasa, budaya, tempat tinggal, bekerja sendiri atau dengan tim, tidak punya kenalan, tidak ada internet, susah air, panas, transportasi sulit, jarak yang terlalu jauh, endemik malaria, biaya hidup tinggi, serta tidak ada listrik yang berarti tidak ada juga televisi dan radio. Namun, seiring dengan berlajannya penelitian, akan selalu ada solusi bagi setiap masalah yang muncul.
Saya berikan dua contoh penelitian di luar pulau jawa sebagai gambaran bahwa penelitian di luar pulau jawa adalah sebuah penelitian yang menarik. Pertama adalah penelitian di Sarolangun, Jambi, mengenai Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan Dasar Maternal bagi Suku Anak Dalam (SAD) di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Tantangan dalam penelitian ini adalah perbedaan bahasa, harus menginap di TNBD, stereotype SAD, jauh, bukan orang Jambi, dan anggapan warga bahwa peneliti memiliki banyak dana. Solusi untuk masalah yang muncul dapat berupa menggunakan interpreter atau penerjemah bahasa yang biasanya adalah orang lokal yang juga banyak membantu memahami kehidupan sehari-hari, kelengkapan perijinan, serta mengutarakan maksud dan tujuan dengan jelas. Dari pengalaman penelitian di sini, saya mendapatkan pengalaman baru dan berkenalan dengan orang rimba.
Kedua, adalah penelitian di Maumere, NTT. Tantangan dalam penelitian ini adalah lokasi penelitian yang relatif berjauhan, sehingga solusinya adalah menyewa kendaraan beserta driver-nya. Pastikan untuk menyepakati harga terlebih dahulu dan perhatikan faktor keamanan. Hal baik yang didapat dari penelitian ini adalah pengalaman penelitian di tempat baru.

Jadi, setelah membaca paparan di atas, kemanakah kamu akan pergi? Remember, where there is a will there is a way!

Bila ada diskusi dan pertanyaan lanjutan yang ingin disampaikan, bisa melalui comment di bawah ini atau secara langsung menghubungi narasumber melalui email inriyanitakesan@gmail.com

Tidak ada komentar: