Barangkali tidak banyak teman-teman jurusan gizi yang memiliki aspirasi berkarier di bidang food industry. Jika iya, biasanya pasti di bidang quality control, food research, atau regulatory (berurusan dengan BPOM, LPOM MUI, Kemenkes, dsb).
Saya pun begitu
ketika di tahun akhir saya kuliah. Itulah mengapa pasca lulus, saya sama sekali
tidak melamar kerja di rumah sakit, catering, NGO, dsb. Tapi harus diakui,
jurusan kita masih “kurang dipandang” oleh para recruiter untuk menempati bidang-bidang yang saya sebut di atas.
Ada 3x saya ikut recruitment test di
beberapa food industry namun tak
lolos. Biasanya “kalah”nya oleh teman-teman FTP, Farmasi, atau Teknik Kimia.
BERGABUNG DENGAN
DANONE INDONESIA
Hingga akhirnya
saya ikut test Management Trainee (MT) nya Danone Indonesia di akhir 2012, food industry yang sebenarnya masuk top of mind juga karena sering jadi
sponsor acara-acara seminar di kampus
saat kuliah. Di sebuah tes interview dengan HRD, saya direkomendasikan untuk
merubah pilihan bidang kerja ke MT bidang Commercial.
Si bapak HRD itu punya beragam alasanya, yang menurut saya rasional juga.
Setelah mengikuti 3 tahap lanjutan (karena tes MT di Danone cukup panjang),
saya pun diterima sebagai MT bidang Commercial
untuk AQUA. Waktu itu Danone ada 4 CBU yaitu AQUA, Sari Husada, Nutricia, dan
Dairy.
Saat itu tentu saja saya
belum paham tentang deskripsi pekerjaan seorang MT. Yang saya tahu, itu adalah
program untuk fresh graduate, seperti
ODP/leadership program di bank atau perusahaan nasional. Ternyata, MT adalah karyawan kontrak (non permanen)
yang harus ikut berbagai pelatihan (in class maupun on the job), dan dievaluasi secara periodik. Keuntungannya, MT itu semacam fast track. Begitu lulus, langsung jadi
level supervisor. Nah kalau di Danone, periode MT itu selama setahun. Tiap
perusahaan beda-beda periodenya.
Satu hal yang
membuat saya mantap untuk mengambil pekerjaan ini adalah karena sebenarnya saya
punya interest di bidang commercial. Interest itu muncul ketika saya sempat
usaha bakery dari tepung sukun
bersama teman-teman semasa kuliah, kurang lebih 2 tahun. Di usaha bakery tersebut, saya handle segala hal yang berhubungan
dengan promosi dan penjualan.
Nah, sebagai MT
bidang commercial, saya belajar
segala hal tentang bidang komersial di food
industry, baik Sales maupun
Marketing. Saya pun jadi tahu dengan jelas apa bedanya Sales dengan
Marketing. Ternyata sangat berbeda. Bahkan di antara keduanya, ada posisi Channel Marketing (di AQUA disebut
juga sebagai Channel Development)
CHANNEL MARKETING
UNTUK D2C
Singkat cerita,
setelah training in class selama 2
bulan, saya ditempatkan spesifik di Channel Marketing dan pegang channel D2C (Direct To Consumer). Secara spesifik, channel yang saya pegang adalah AHS (AQUA Home Service) dimana AQUA memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk
berwirausaha menjadi “agen” AQUA di area sekitar tempat tinggalnya.
Ternyata tujuan HRD
menempatkan saya di channel tersebut
ada reason behind nya. Di channel AHS ini, sangat banyak program
yang berhubungan dengan edukasi kesehatan. Baik edukasi kepada
ibu-ibu AHS nya itu sendiri, maupun kepada konsumen/pelanggan AHS.
Keilmuan gizi yang saya
miliki sangat membantu bidang pekerjaan saya tersebut, meskipun bidang gizi
yang benar-benar “termanfaatkan” hanya tentang hidrasi dan air. Pekerjaan yang
dilakukan sebenarnya secara garis besar adalah creating content. Konten apa yang hendak diangkat/diberikan, baik
dalam penyusunan materi edukasi, pembuatan media edukasi, penyusunan promo campaign, penyelenggaraan event,
dsb.
Sangat mengasyikkan karena
kerjaannya dinamis. Balance antara
kerja di kantor dan di lapangan, hampir tiap hari bertemu dengan orang baru,
serta “memaksa” otak selalu bekerja mencari ide atau inspirasi baru yang belum
dilakukan oleh perusahaan maupun kompetitor.
Edukasi konsumen adalah hal
yang penting bagi sisi commercial di food industry.
Tahun 2014 awal, saya lulus
MT dan diangkat sebagai supervisor. Masih di AHS, namun difokuskan untuk pegang
Consumer Activation. Selama di AHS,
beberapa program yang saya inisiasi antara lain Rumah Keluarga Sehat AQUA
(RKSA), Ibu Sehat Mitra AHS (ISMA), AQUA BANGGA (Bunda Dan Keluarga), OPTIMUS
(Optimasi SKU SPS), dan masih banyak lagi.
MENGAMBIL TANTANGAN
UNTUK BELAJAR HAL BARU
Di pertengahan tahun 2015,
saya menantang diri saya untuk mengambil bidang lain, dengan niat untuk belajar
lebih banyak lagi tentang commercial.
Meskipun mungkin semakin “jauh” dari bidang gizi, saya yakin bahwa sebenarnya dimanapun bidang
commercial yang dijalani, ilmu gizi
itu bisa tetap terpakai. Tinggal bagaimana kita “memainkannya”.
Saya pun beralih menjadi
Supervisor Road To Market nya AHS, bertanggung jawab terhadap pengembangan delivery man (tenaga pengantar dari AHS
ke rumah-rumah). Beberapa program yan dilakukan adalah peningkatan kompetensi
para delivery man, upaya-upaya
standarisasi termasuk masalah gaji dan insentif, bahkan sampai mengurus
perekrutan delivery man.
Mengapa delivery man AHS dianggap sepenting itu sampai dibuatkan banyak
program? Karena delivery man sebagai touch point antara AHS dengan
konsumen/pelanggan secara langsung sehingga
sikap mereka di depan konsumen adalah kunci pengembangan bisnis AHS.
Lalu, dimana pemanfaatan ilmu
gizi nya? Saya memasukannya sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh para delivery man. Tidak hanya tentang
hidrasi sehat saja, tapi juga good warehousing practice, product knowledge & handling, dsb. Ternyata pemahaman
tentang gizi dan kesehatan menjadi nilai plus mereka dalam berkomunikasi dengan
konsumen!
Selang setahun, saya
mengambil tantangan sebagai junior
manager di Business Development. Business Development memiliki bidang kerja
yang sifatnya lebih strategic thinking
dibandingkan Channel Marketing, karena berhubungan dengan data. Setiap hari
saya berurusan dengan data insight
penjualan, market share, competition mapping, dsb. Karena saya menghandle
area Jawa Barat, saya pun pindah
domisili ke Bandung pada pertengahan 2016.
Bisa dibilang pekerjaan di
Business Development ini adalah pekerjaan pertama saya yang benar-benar “lepas”
dari bidang gizi. Namun karena sudah terlanjur asyik di bidang komersial, saya
jalani saja, apalagi banyak ilmu baru yang saya dapatkan di bidang pekerjaan
ini. Kemudian saya pun sadari bahwa ilmu
gizi sangat powerful untuk beririsan
dengan berbagai hal di bidang commercial nya food industry.
Setelah 5 bulan di posisi
ini, ternyata ada banyak hal yang membuat kurang nyaman. Saya suka bergelut
dengan analisa data, tapi lebih suka lagi dengan mencari cara bagaimana angka
itu bisa “berbicara”. Ibaratnya, saya merasa minim kesempatan untuk
berkreativitas di bidang Business Development. Mungkin juga karena Business
Development di AQUA yang sedikit “sempit” scoopnya.
Bisa jadi berbeda dengan Business Development di food industry lainnya.
Sebagai “pelarian”, saat itu
saya mengambil kuliah non degree di
bidang manajemen film di SAE Institute Jakarta. Cuma 6 bulan, tapi lumayan “menyeimbangkan
otak”. Saat belajar manajemen film itupun, saya juga mendapat insight bahwa saat ini pemanfaatan ilmu gizi sebagai
content dalam media-media edukasi
publik di Indonesia masih kurang tergarap dengan cantik. Padahal ilmu gizi
sangat menarik untuk diangkat sebagai konten edukasi.
Di akhir 2016, datanglah
tawaran dari Indofood. Entah mengapa tawaran itu seperti sangat sulit untuk
ditolak, meskipun sebenarnya sudah nyaman dengan lingkungan kerja di AQUA. Tapi
bagaimanapun, karir adalah bagaimana
berani membuat pilihan demi pilihan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Saat itu saya merasa bahwa Indofood memberikan peluang untuk belajar lebih banyak karena punya range produk yang sangat luas.
Saya pun bergabung di
Indofood pada Januari 2017 sebagai Corporate Marketing manager untuk consumer engagement. Fokus handle segmen
art, sport, dan lifestyle. Tiga hal yang saya sukai, meskipun segmen ini paling
sibuk karena budgetnya paling besar.
Satu hal yang membuat saya
memilih pindah ke Indofood juga karena saya jadi belajar tentang sport marketing, khususnya sepakbola.
Apalagi Indofood punya interest sangat
besar terhadap sepakbola melalui sponsorship dua klub bola Indonesia,
Persib & Bali United. Dalam sport
marketing,
banyak juga ilmu gizi yang bisa dioptimalkan karena pada dasarnya sport dan gizi adalah hal yang sangat dekat.
“BERENANG” ITU
MENYENANGKAN JIKA “BERANI”
Pada akhirnya, setelah hampir
lima tahun berkarir di bidang commercial,
saya merasa sangat bersyukur. Pilihan bekerja di bidang ini sebenarnya bukan
pilihan utama. Saya seperti “diterjunkan” tiba-tiba, dan harus segera lancar “berenang”
agar tidak “tenggelam”. Namun ternyata menyenangkan. Belajar hal baru selalu mengasyikkan jika kita berani mengubah mindset
kita dan menikmati paparan pandangan-pandangan baru.
Sebenarnya prospek kerja Sarjana Gizi di bidang commercial industri makanan sangat besar. Kalau di bidang Sales
mungkin teman-teman sudah banyak melihat perekrutan medical representative
atau tenaga penjualan dengan
background sarjana gizi, karena menjadi ujung tombak untuk edukasi ke konsumen. Namun untuk bidang marketing dan
channel marketing, bisa jadi masih belum banyak Sarjana Gizi yang tertarik.
Memang di sisi lain, tidak semua food
industry juga membuka peluang bagi
Sarjana Gizi untuk posisi Marketing. Namun jika teman-teman merasa memiliki passion yang kuat, jangan ragu untuk
mencoba memperjuangkannya.
Pada akhirnya, menurut
pandangan saya : Semua jurusan bisa jadi
marketer
di food industry, namun marketer yang baik adalah yang bisa
membuat konten dengan baik.
Dan konten utama yang dicari di food
industry saat ini adalah tentang gizi & kesehatan. Salam sukses !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar