NUTRITIONIST AS MARKETER IN FOOD INDUSTRY : WHY NOT & HOW // Gentur Adiprabawa, S.Gz. - Bergizi_OnlineSharing

Selasa, 05 Desember 2017

NUTRITIONIST AS MARKETER IN FOOD INDUSTRY : WHY NOT & HOW // Gentur Adiprabawa, S.Gz.




Barangkali tidak banyak teman-teman jurusan gizi yang memiliki aspirasi berkarier di bidang food industry. Jika iya, biasanya pasti di bidang quality control, food research, atau regulatory (berurusan dengan BPOM, LPOM MUI, Kemenkes, dsb).

Saya pun begitu ketika di tahun akhir saya kuliah. Itulah mengapa pasca lulus, saya sama sekali tidak melamar kerja di rumah sakit, catering, NGO, dsb. Tapi harus diakui, jurusan kita masih “kurang dipandang” oleh para recruiter untuk menempati bidang-bidang yang saya sebut di atas. Ada 3x saya ikut recruitment test di beberapa food industry namun tak lolos. Biasanya “kalah”nya oleh teman-teman FTP, Farmasi, atau Teknik Kimia.


BERGABUNG DENGAN DANONE INDONESIA

Hingga akhirnya saya ikut test Management Trainee (MT) nya Danone Indonesia di akhir 2012, food industry yang sebenarnya masuk top of mind juga karena sering jadi sponsor acara-acara seminar di kampus saat kuliah. Di sebuah tes interview dengan HRD, saya direkomendasikan untuk merubah pilihan bidang kerja ke MT bidang Commercial. Si bapak HRD itu punya beragam alasanya, yang menurut saya rasional juga. Setelah mengikuti 3 tahap lanjutan (karena tes MT di Danone cukup panjang), saya pun diterima sebagai MT bidang Commercial untuk AQUA. Waktu itu Danone ada 4 CBU yaitu AQUA, Sari Husada, Nutricia, dan Dairy.

Saat itu tentu saja saya belum paham tentang deskripsi pekerjaan seorang MT. Yang saya tahu, itu adalah program untuk fresh graduate, seperti ODP/leadership program di bank atau perusahaan nasional. Ternyata, MT adalah karyawan kontrak (non permanen) yang harus ikut berbagai pelatihan (in class maupun on the job), dan dievaluasi secara periodik. Keuntungannya, MT itu semacam fast track. Begitu lulus, langsung jadi level supervisor. Nah kalau di Danone, periode MT itu selama setahun. Tiap perusahaan beda-beda periodenya.

Satu hal yang membuat saya mantap untuk mengambil pekerjaan ini adalah karena sebenarnya saya punya interest di bidang commercial. Interest itu muncul ketika saya sempat usaha bakery dari tepung sukun bersama teman-teman semasa kuliah, kurang lebih 2 tahun. Di usaha bakery tersebut, saya handle segala hal yang berhubungan dengan promosi dan penjualan.

Nah, sebagai MT bidang commercial, saya belajar segala hal tentang bidang komersial di food industry, baik Sales maupun Marketing. Saya pun jadi tahu dengan jelas apa bedanya Sales dengan Marketing. Ternyata sangat berbeda. Bahkan di antara keduanya, ada posisi Channel Marketing (di AQUA disebut juga sebagai Channel Development)


CHANNEL MARKETING UNTUK D2C

Singkat cerita, setelah training in class selama 2 bulan, saya ditempatkan spesifik di Channel Marketing dan pegang channel D2C (Direct To Consumer). Secara spesifik, channel yang saya pegang adalah AHS (AQUA Home Service) dimana AQUA memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk berwirausaha menjadi “agen” AQUA di area sekitar tempat tinggalnya.


Ternyata tujuan HRD menempatkan saya di channel tersebut ada reason behind nya. Di channel AHS ini, sangat banyak program yang berhubungan dengan edukasi kesehatan. Baik edukasi kepada ibu-ibu AHS nya itu sendiri, maupun kepada konsumen/pelanggan AHS.

Keilmuan gizi yang saya miliki sangat membantu bidang pekerjaan saya tersebut, meskipun bidang gizi yang benar-benar “termanfaatkan” hanya tentang hidrasi dan air. Pekerjaan yang dilakukan sebenarnya secara garis besar adalah creating content. Konten apa yang hendak diangkat/diberikan, baik dalam penyusunan materi edukasi, pembuatan media edukasi, penyusunan promo campaign, penyelenggaraan event, dsb.

Sangat mengasyikkan karena kerjaannya dinamis. Balance antara kerja di kantor dan di lapangan, hampir tiap hari bertemu dengan orang baru, serta “memaksa” otak selalu bekerja mencari ide atau inspirasi baru yang belum dilakukan oleh perusahaan maupun kompetitor.
Edukasi konsumen adalah hal yang penting bagi sisi commercial di food industry.

Tahun 2014 awal, saya lulus MT dan diangkat sebagai supervisor. Masih di AHS, namun difokuskan untuk pegang Consumer Activation. Selama di AHS, beberapa program yang saya inisiasi antara lain Rumah Keluarga Sehat AQUA (RKSA), Ibu Sehat Mitra AHS (ISMA), AQUA BANGGA (Bunda Dan Keluarga), OPTIMUS (Optimasi SKU SPS), dan masih banyak lagi.


MENGAMBIL TANTANGAN UNTUK BELAJAR HAL BARU

Di pertengahan tahun 2015, saya menantang diri saya untuk mengambil bidang lain, dengan niat untuk belajar lebih banyak lagi tentang commercial. Meskipun mungkin semakin “jauh” dari bidang gizi, saya yakin bahwa sebenarnya dimanapun bidang commercial yang dijalani, ilmu gizi itu bisa tetap terpakai. Tinggal bagaimana kita “memainkannya”.

Saya pun beralih menjadi Supervisor Road To Market nya AHS, bertanggung jawab terhadap pengembangan delivery man (tenaga pengantar dari AHS ke rumah-rumah). Beberapa program yan dilakukan adalah peningkatan kompetensi para delivery man, upaya-upaya standarisasi termasuk masalah gaji dan insentif, bahkan sampai mengurus perekrutan delivery man.

Mengapa delivery man AHS dianggap sepenting itu sampai dibuatkan banyak program? Karena delivery man sebagai touch point antara AHS dengan konsumen/pelanggan secara langsung sehingga sikap mereka di depan konsumen adalah kunci pengembangan bisnis AHS.

Lalu, dimana pemanfaatan ilmu gizi nya? Saya memasukannya sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh para delivery man. Tidak hanya tentang hidrasi sehat saja, tapi juga good warehousing practice, product knowledge & handling, dsb. Ternyata pemahaman tentang gizi dan kesehatan menjadi nilai plus mereka dalam berkomunikasi dengan konsumen!

Selang setahun, saya mengambil tantangan sebagai junior manager di Business Development. Business Development memiliki bidang kerja yang sifatnya lebih strategic thinking dibandingkan Channel Marketing, karena berhubungan dengan data. Setiap hari saya berurusan dengan data insight penjualan, market share, competition mapping, dsb. Karena saya menghandle area Jawa Barat, saya pun pindah domisili ke Bandung pada pertengahan 2016.

Bisa dibilang pekerjaan di Business Development ini adalah pekerjaan pertama saya yang benar-benar “lepas” dari bidang gizi. Namun karena sudah terlanjur asyik di bidang komersial, saya jalani saja, apalagi banyak ilmu baru yang saya dapatkan di bidang pekerjaan ini. Kemudian saya pun sadari bahwa ilmu gizi sangat powerful untuk beririsan dengan berbagai hal di bidang commercial nya food industry.


INDOFOOD, TAWARAN YANG SULIT DITOLAK

Setelah 5 bulan di posisi ini, ternyata ada banyak hal yang membuat kurang nyaman. Saya suka bergelut dengan analisa data, tapi lebih suka lagi dengan mencari cara bagaimana angka itu bisa “berbicara”. Ibaratnya, saya merasa minim kesempatan untuk berkreativitas di bidang Business Development. Mungkin juga karena Business Development di AQUA yang sedikit “sempit” scoopnya. Bisa jadi berbeda dengan Business Development di food industry lainnya.

Sebagai “pelarian”, saat itu saya mengambil kuliah non degree di bidang manajemen film di SAE Institute Jakarta. Cuma 6 bulan, tapi lumayan “menyeimbangkan otak”. Saat belajar manajemen film itupun, saya juga mendapat insight bahwa saat ini pemanfaatan ilmu gizi sebagai content dalam media-media edukasi publik di Indonesia masih kurang tergarap dengan cantik. Padahal ilmu gizi sangat menarik untuk diangkat sebagai konten edukasi.

Di akhir 2016, datanglah tawaran dari Indofood. Entah mengapa tawaran itu seperti sangat sulit untuk ditolak, meskipun sebenarnya sudah nyaman dengan lingkungan kerja di AQUA. Tapi bagaimanapun, karir adalah bagaimana berani membuat pilihan demi pilihan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Saat itu saya merasa bahwa Indofood memberikan peluang untuk belajar lebih banyak karena punya range produk yang sangat luas.

Saya pun bergabung di Indofood pada Januari 2017 sebagai Corporate Marketing manager untuk consumer engagement. Fokus handle segmen art, sport, dan lifestyle. Tiga hal yang saya sukai, meskipun segmen ini paling sibuk karena budgetnya paling besar.

Satu hal yang membuat saya memilih pindah ke Indofood juga karena saya jadi belajar tentang sport marketing, khususnya sepakbola. Apalagi Indofood punya interest sangat besar terhadap sepakbola melalui sponsorship dua klub bola Indonesia, Persib & Bali United. Dalam sport marketing, banyak juga ilmu gizi yang bisa dioptimalkan karena pada dasarnya sport dan gizi adalah hal yang sangat dekat.


“BERENANG” ITU MENYENANGKAN JIKA “BERANI”

Pada akhirnya, setelah hampir lima tahun berkarir di bidang commercial, saya merasa sangat bersyukur. Pilihan bekerja di bidang ini sebenarnya bukan pilihan utama. Saya seperti “diterjunkan” tiba-tiba, dan harus segera lancar “berenang” agar tidak “tenggelam”. Namun ternyata menyenangkan. Belajar hal baru selalu mengasyikkan jika kita berani mengubah mindset kita dan menikmati paparan pandangan-pandangan baru.

Sebenarnya prospek kerja Sarjana Gizi di bidang commercial industri makanan sangat besar. Kalau di bidang Sales mungkin teman-teman sudah banyak melihat perekrutan medical representative atau tenaga penjualan dengan background sarjana gizi, karena menjadi ujung tombak untuk edukasi ke konsumen. Namun untuk bidang marketing dan channel marketing, bisa jadi masih belum banyak Sarjana Gizi yang tertarik. Memang di sisi lain, tidak semua food industry juga membuka peluang bagi Sarjana Gizi untuk posisi Marketing. Namun jika teman-teman merasa memiliki passion yang kuat, jangan ragu untuk mencoba memperjuangkannya.

Pada akhirnya, menurut pandangan saya : Semua jurusan bisa jadi marketer di food industry, namun marketer yang baik adalah yang bisa membuat konten dengan baik.

Dan konten utama yang dicari di food industry saat ini adalah tentang gizi & kesehatan. Salam sukses !


Tidak ada komentar: