Terjun di dunia wirausaha mempunyai cerita
tersendiri yang penuh lika liku, apalagi saat menjatuhkan pilihan untuk memulai
usaha secara profesional dan kemudian menekuninya. Dengan tekad dan pengalaman yang saya miliki selama
sekolah dan kuliah, saya beranikan diri untuk fokus mengembangkan diri dalam
usaha catering.
Sebelum Sidosemi, saya sudah belajar
memulai usaha catering dari SMA. Waktu itu catering tanpa brand, customer hanya
dari teman teman sekolah dan untuk event event sekolah juga. Kalo boleh
dibilang masih dengan sistem yang amburadul, tanpa manajemen. Misal dapat
order, dapat DP, belanjakan, proses memasak, packing, delivery, pelunasan,
SELESAI. Saya tidak menghitung berapa persen untuk belanja bahan, berapa persen
untuk operasional, berapa persen untuk kas, berapa persen laba, dll. Uang yang
tersisa saya anggap laba bersih, berapa sih yang tersisa? Bisa buat bayar les
sendiri di bimbel, terhitung lumayan kan. Tapi usaha tidak berkembang, ya
karena buat sambilan saja, utamanya ya sekolah. Begitupun pada saat kuliah,
catering tetap berjalan, orderan dari teman teman kampus dengan berbagai acara
yang lebih banyak daripada masa SMA.
Apakah sama amburadulnya? saat itu saya kuliah
di Gizi Kesehatan yang tanpa disadari membuka wawasan yang lebih banyak tentang
manajemen penyelenggaraan makanan, pengembangan menu, antropologi kuliner, ilmu
bahan makanan, dan lain lain yang berkaitan dengan usaha jasa catering. Paling
tidak sudah mulai menghitung perencanaan belanja, menghitung biaya operasional,
serta menerapkan pengolahan makanan dan menu yang lebih baik.
Pengalaman berlanjut ketika saya
memutuskan untuk “ikut orang” dulu. Mengapa? Saya ingin merasakan jadi pegawai
dulu, biar besok tahu bagaimana seharusnya memperlakukan pegawai dengan baik,
bagaimana jika saya di posisinya, keluhan apa yang biasanya dirasakan, serta
apa yang membuat orang senang dan loyal bekerja di suatu perusahaan. Saya akhirnya
bekerja sebagai ahli gizi di salah satu perusahaan catering besar di Jogja, mengurusi
tender. Banyak berurusan dengan dokumen dokumen pengadaan konsumsi di instansi
instansi pemerintah, terutama membuat menu, menghitung kalori, yang semuanya
harus dibuat sesuai dengan spesifikasi. Sampai akhirnya saya dilatih membuat
perencanaan, indeks bahan, bahkan keuangan. Terakhir saya ditugaskan di Jakarta
untuk mengurus administrasi tender yang sedang dikerjakan di sana. Apa yang
saya dapatkan adalah mulai dari penerapan ilmu komunikasi (dengan client maupun
supplier), purchasing, manajemen SDM, manajemen waktu, keuangan, strategi
bisnisnya, dan lain lain.
Banyak kan hal hal yang harus dipelajari
dalam usaha catering? Tidak sesederhana yang dibayangkan, tapi semuanya seiring
dengan waktu kok. Saya masih belajar banyak. Rugi? Pernah. Pas pasan? Pernah.
Untung? Pernah. Yang penting perbanyak pengalaman, nanti rejeki dari Tuhan
mengikuti.
Memulai Sidosemi berbekal pengalaman yang
ada, banyak godaan dan ujian itu pasti. Dunia wirausaha itu penuh dengan
ketidakpastian, tidak ada yang bisa menjamin sebulan dapat sekian rupiah
seperti layaknya pegawai swasta atau PNS. Usaha catering membutuhkan fisik,
ide, dan strategi untuk terus berkembang, di sinilah seninya. Memang harus
dipikirkan matang matang, siap tidak mengambil resiko, berani tidak mengambil
keputusan, dan mau tidak berusaha untuk menciptakan usaha yang sustainable.
Kuncinya jangan mudah bosan atau putus asa, ada masanya usaha itu naik maupun
turun, dan ini pun tergantung dari diri kita sendiri karena saya pun tidak
luput dari rasa putus asa.
Biar semua tidak dipikirkan sendiri lalu mumet sendiri, mari bekerja dalam tim.
Kekompakan tim dibentuk melalui rasa memiliki sehingga semua punya rasa
tanggung jawab untuk merawat dan menumbuhkan agar Sidosemi benar benar sido bersemi.
Lalu apa saja kegiatan Sidosemi? Pertama
dan utama adalah pelayanan jasa penyelenggaraan makanan yang mengunggulkan menu
menu khas Indonesia. Kedua adalah penyuplaian bahan baku maupun makanan jadi
untuk usaha lain seperti rumah makan atau personal order. Saat ini Sidosemi
mempunyai puluhan mitra baik dari petani, pedagang, maupun UMKM.
Bagaimana cara mencari pasar? Kalau catering harus lebih banyak bersabar, proses penetrasi pasar tidak bisa seperti rumah makan misalnya. Untuk membuat orang ingin mencoba catering baru itu tidak mudah, berbeda dengan rumah makan, dibuat hits langsung banyak orang ingin mencoba. Kami butuh waktu untuk meyakinkan calon pelanggan yang sebelumnya mereka sudah berlangganan dgn catering lain. Pada awalnya dari teman, saudara, maupun tetangga dulu. Setelah ada cukup modal kami coba membuat test food yang kami berikan di instansi instansi maupun beriklan di media sosial dan mencoba membuat penawaran penawaran. Itupun harus berkali kali dulu prosesnya. Mari dinikmati setiap proses tersebut. Tidak perlu risau jika ada yang mencemooh bahwa usaha kita tidak akan ada hasilnya atau misal masih sepi, ingat ini semua butuh PROSES.
Melalui proses tersebut by the time kita akan tahu celah celah yang bisa dimasuki, mulai dari variasi menu yang disukai calon pelanggan, target pemasaran yang tepat sasaran, persaingan dengan kompetitor yang tidak perlu dirisaukan, strategi pemasaran yang efektif, sampai cara agar tetap semangat menjalaninya J
Karena sudah terlanjur belajar ilmu gizi, maka wajib bagi saya untuk menerapkannya. Menjunjung tinggi moralitas dengan menyediakan makanan yang baik dan sehat, tidak asal asalan dibuat. Bekerja memakai hati nurani. Misalnya, tidak menggunakan bahan yang busuk maupun yang sudah berjamur, mencuci bahan setiap akan dimasak, tidak memakai bahan yang berbahaya untuk menguntungkan diri sendiri, dan mengusahakan tempat pengolahan yang layak. Selain itu penting untuk mengedukasi lingkungan, terutama keluarga dan karyawan, memberikan contoh yang baik dan memberikan alasan mengapa harus begini. Salah satu pengaruh yang sangat terasa adalah sekarang karyawan tidak berani menyentuh makanan ready to eat tanpa alat atau sarung tangan, kalaupun terpaksa pakai tangan telanjang mereka akan ijin saya dulu dan tanpa ditanya pun mereka akan bilang sendiri kalau sudah cuci tangan J Cuci tangan ini penting saya tekankan ketika proses penyelenggraan makanan, seperti yang saya teliti di skripsi saya, praktek mencuci tangan di rumah makan ternyata masih rendah. Saya tidak ingin ini terjadi di tempat kerja saya.
Inilah hal kecil yang bisa saya lakukan sebagai seorang lulusan Gizi Kesehatan dengan usaha yang masih kecil kecilan. Semoga bermanfaat J
Lebih lanjut bisa di akses informasi bisnis usaha-nya melalui www.sidosemi.com; Instagram dan Facebook : @sidosemi.id @sidosemi.jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar